Ini sekian kalinya saya ke
bioskop sendiri. Ada enaknya ada tidaknya. Enaknya, motor saya terasa ringan
karena tidak membawa penumpang. Haha. Sedang tidak enaknya: semua harus dilakukan sendiri. Ya iyalah...
Ah ya, hari ini sebetulnya bukan
jadwal saya nonton. Saya biasanya nonton pada Senin. Selain harga tiketnya
murah, Senin adalah hari baik buat bersenang-senang. Tapi… (perlu penekanan)…
berhubung Senin kemarin antriannya panjang karena semua orang ingin nonton Conjuring 2, sedang saya enggan mengantri,
karena saya bukan pengantri Conjuring 2
melainkan film lain, saya putuskan pulang dan kembali lagi esok. Benar saja saat
saya datang hari ini, Selasa, Bioskop Blitz sepi. Mungkin disebabkan harga
tiketnya kembali normal sehingga banyak orang berpikir dua kali ke bioskop.
Saya merapat ke teller tiket (tanpa
perlu mengantri, karena memang sepi) dan memilih Conjuring 2. Kenapa film ini juga akhirnya? Karena film sebelumnya yang
hendak saya tonton One Way Trip tidak
diputar lagi. Nasib! Saya mengambil waktu putar pukul 13.45. Ternyata masih banyak kursi kosong. Saya memilih kursi kanan atas.
Dalam studio yang penontonnya
tidak seberapa, saya sempat mencoba empat-lima kursi kosong untuk mendapatkan spot terbaik. Mulai dari atas ke bawah. Hingga kanan ke kiri. Akhirnya saya memutuskan duduk di deretan kursi tengah paling kanan. Kenapa memilih ini? Pertama, deretan kursi ini sepi. Sama
sekali tidak ada orang di samping kanan-kiri saya. Sehingga bisa terhindar dari
jeritan penonton yang ketakutan karena film ini (denger-denger banyak orang yang menjerit-jerit). Kedua, kepalang datangnya sendiri, yaaa nontonnya harus sendiri.
Film pun dimulai. Saya seketika
geleng-geleng kepala. Kok pembukaan filmnya serupa pembukaan Furious 7? Di mana kamera bergerak zoom out dari jendela. Ini sang
sutradaranya, James Wan, tidak kreatif atau ingin menciptakan ciri khas? Saya
tak tahu! Saya berusaha melupakan pembukaan yang kurang nendang ini dan mencoba
menikmati lagi. Syukurlah, ternyata dua puluh menit awal filmnya berjalan
mulus. Misteri mulai hadir di sana-sini. Sedang, adegan nakut-nakutinya
belum.
Barulah memasuki dua puluh menit
kedua adegan-adegan supranatural muncul. Mulai dari kursi yang bergerak
sendiri, program tv yang berpindah sendiri, hingga dipan yang
berguncang-guncang seakan gempa 8,3 skalarichter. Yang paling menakutkan
si roh jahatnya mulai tampak dengan rupa yang… kau tahulah tidak
mungkin secantik bidadari.
Tapi sebelum saya lanjutkan
bagaimana dua puluh menit ketiga, ada beberapa catatan terhadap dua puluh menit
kedua ini. Pertama, saya
tidak mendapat pengetahuan alasan roh jahat ini mulai mengganggu pemilik rumah.
Sekedar scene: Si Janet memainkan ouija dan sejak itu muncul hal-hal aneh
di rumahnya. Pertanyaannya, kenapa si roh jahat ini baru beraksi setelah Janet
memainkan ouija? Ada apa dengan
hari-hari sebelumya? Apakah dia tidur? Lantas, kenapa ketika ditanya duo Waren
tentang alasan mengganggu Janet, si roh jahat ini malah menjawab: karena ini
rumah milikku. Sungguh nggak koheren! Kedua,
itu dinding rumah yang catnya terkelupas mengerikan begitu kok bisa tidak diperbaiki
si pemiliknya ya... Sudah miskin kali apa? Tapi kayaknya nggak deh soalnya mereka bisa beli
pohon natal.
Baik, kita lanjutkan dua puluh
menit ketiga. Nah, menit-menit ini saya mulai mendengar jeritan-jeritan penonton. Kebanyakan adalah
perempuan. Soalnya, si roh jahat ini kian menggila. Dia sudah menerbangkan piring-piring,
pisau, dan alat dapur lainnya, termasuk Janet. Apalagi didukung backsoundnya
yang cemerlang.
Bagian yang dapat membuat
penonton menjerit-jerit ini terus berlangsung hingga dua puluh menit
keempat dan kelima. Saya tidak habis pikir, kok bisa sih mereka menjerit
sedemikian itu? Ini kan film? Duh-duh, kayaknya betul, ketakutan terhadap
hantu itu kadang mematikan akal.
Menjelang dua puluh menit berakhirnya film, jeritan penonton mereda. Karena film mulai memasuki penyelesaian konflik. Sekali lagi, saya dibuat geleng-geleng kepala. Soalnya, kekuatan-kekuatan
yang diperlihatkan para roh jahat selama 60 menit tadi, tidak sebanding dengan
cara berakhirnya. Cara berakhir roh jahat ini tampak sederhana, dengan menyebut nama: Valak! Tiba-tiba selesai. Loh!
Tapi tak apalah! Secara keseluruhan
film ini lumayan menghibur. Masih lebih layak ketimbang film horor nasional yang belum
jua move-up.
Kalau ingin baca review lebih bagusnya, baca blog ini saja. Penulisnya sangat kapabel. Bye!
Menuju Blitz Dengan Menyusuri Selokan Mataram |
Pakai Lift dan Eskalator? Ordinary bro. Tangga Darurat! 4 Lantai (Sambil Usap Peluh) |
Candid Sedikit! Hehe |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar